Artikel ini merupakan hasil pengalaman saya dalam membeli Reksa Dana Saham pada tahun 2018. Dimana pengalaman ini membuat saya kapok untuk membeli reksa dana saham lagi.
Bagaimana ceritanya?
Sebelum lanjut mengenai alasan jangan beli Reksa Dana Saham, mari kita bahas dulu apa itu Reksa Dana Saham.
Apa itu Reksa Dana?
Menurut sumberi dari laman BEI:
Reksa Dana diartikan sebagai Wadah yang dipergunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal untuk selanjutnya di investasikan dalam portofolio Efek oleh Manajer Investasi. Mengacu kepada Undang-Undang Pasar Modal No. 8 Tahun 1995, pasal 1 ayat (27) didefinisikan bahwa Reksa Dana adalah wadah yang dipergunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal untuk selanjutnya diinvestasikan dalam portofolio efek oleh manajer investasi.
Apa itu Reksa Dana Saham?
Lalu apa itu Reksa Dana Saham? Dari sumber yang sama:
Reksa Dana yang melakukan investasi sekurang-kurangnya 80% dari aktivanya dalam bentuk Efek bersifat Ekuitas. Karena investasinya dilakukan pada saham, maka risikonya lebih tinggi dari dua jenis Reksa Dana sebelumnya namun menghasilkan tingkat pengembalian yang tinggi.
Sederhana nya, Reksa Dana Saham merupakan reksa dana yang minimal 80% aset nya berupa saham yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
High Risk High Return
Mungkin kata-kata di atas merupakan kata-kata yang sering kita dengar dalam investasi. Dimana kalau resiko besar, pasti keuntungannya juga besar.
Tetapi hal itu tidak berlaku untuk investasi di reksa dana saham. Menurut saya reksa dana saham itu High Risk Low Return.
Pada tahun 2018 sewaktu masih menjadi mahasiswa, saya mencoba membeli sebuah reksa dana saham yang track record return nya bagus waktu itu.
Saya melakukan pembelian reksa dana sebanyak 3x.
Yang pertama dengan modal Rp 100.000, saya mendapatkan jumlah unit 52,0038 dan harga unitnya Rp 1.922,9361.
Lima bulan kemudian saya membeli lagi sebesar Rp 100.000, saya mendapatkan jumlah unit 50,8946 karena harga unitnya naik saat itu menjadi Rp 1.964,8469.
Dua bulan kemudian saya membeli lagi sebesar Rp 100.000. Kali ini saya mendapatkan unit lebih banyak yaitu 53,1647 dikarenakan harganya unitnya turun menjadi Rp 1.880,9471.
Dari 3 kali pembelian tersebut saya memiliki jumlah unit 156,0631 dengan harga rata-rata Rp 1.922,30.
Berikut tabel summary nya.
Singkat cerita, pada tahun 2020, saya menjual semua reksa dana saham yang saya miliki. Harga unit reksa dana itu turun terus dan tidak pernah balik ke harga rata-rata yang saya miliki. Saya telat untuk cut-loss atau menjual reksa dana tersebut.
Alhasil saya mengalami kerugian 38.05%, dari modal Rp 300.000 sekarang hanya tersisa Rp 185.846. Ini baru pakai modal kecil, bagaimana jika pakai modal besar? Lebih habis lagi!
Berikut merupakan grafik harga dari reksa dana saham tersebut.
Jika kita lihat dari grafik di atas, sampai sekarang pun akan tetap rugi jika di hold dan tidak dijual.
Harganya tidak bergerak dari tahun 2020 sampai 2024, hanya jalan di tempat.
Bagaimana Dengan Reksa Dana Saham Lain?
"Ah, itu lu sial aja bro. Reksa dana saham yang lu beli ga naik". Mungkin begini lah pendapat orang lain.
Tapi bagaimana peforma dari Reksa Dana Saham lainnya?
Kalian bisa cek sendiri peforma reksa dana saham yang kalian jagokan, apakah dalam 3-5 tahun terakhir hasilnya mantap? Atau hasilnya juga ga kemana-mana alias jalan di tempat?
Berikut grafik beberapa reksa dana saham top:
Kalau kita lihat, ada 1 sampai 3 jenis reksa dana saham yang masih cukup bagus dalam waktu 3-5 tahun belakang. Tapi rata-rata harganya tidak kemana-mana dalam 3-5 tahun belakangan.
Kenapa Peforma Reksa Dana Saham Jelek?
Ada beberapa faktor kenapa peforma reksa dana saham tidak sebagus dulu lagi.
- Yang sangat penting adalah skill dari MI (Manajemen Investasi). Jika MI nya tidak jago dalam menganalisa pasar, bagaimana mungkin aset kelolaan nya bisa bertumbuh.
- Semakin besar dana kelolaan (AUM). Semakin besar dana kelolaan maka akan semakin sulit untuk mendapatkan dan mempertahankan return yang besar.
- IHSG tidak kemana-kemana dalam 3 tahun terakhir. Seperti yang kita tahu, IHSG merupakan benchmark atau tolak ukur dari kinerja reksa dana saham. Jadi jika IHSG melemah, kemungkinan reksa dana saham juga akan melemah, begitu juga sebaliknya.
Kita bisa lihat peforma IHSG dalam 5 tahun terakhir:
Praktis kenaikan IHSG hanya terjadi dari tahun 2020 hingga 2022. Dari tahun 2022 hingga 2024 IHSG lebih bergerak secara stagnan ataupun sedang konsolidasi.
Penutup
Setelah mengetahui reksa dana saham itu high risk low return, saya lebih fokus untuk membeli sahamnya langsung melalui broker daripada membeli melalui reksa dana.
Investasi di reksa dana masih sangat bagus, menurut saya untuk saat ini investasi di reksa dana pasar uang dan reksa dana pendapatan tetap adalah pilihan yang cukup tepat untuk pengganti reksa dana saham. Lebih baik dapat return konservatif daripada kehilangan dana investasi!
Selain reksa dana, bisa juga dicoba untuk obligasi negara seperti FR ataupun SBN.
Sekian sharing saya mengenai jeleknya reksa dana saham.
Semoga kalian bisa belajar sesuatu dari artikel saya kali ini.